Jumat, 21 Desember 2012

Kalimat Sayang buat mama

Ini posting spesial hari ibu :)

Well, dimulai dari curhat saya. 
Beberapa hari ini, dikampus betul-betul hari yang menguras tenaga dan mental. Ujian praktikum datang bertubi-tubi dengan banyak syarat dan hal yang harus diselesaikan. 
Hampir susah buat duduk tenang, bahkan sampai dirumah harus ngerjain apa yang bisa dikerjain. Tidur aja secukupnya, makan semampunya, dan otak hampir gak pernah dibiarkan tenang tanpa hapalan. Berulang terus setiap saat.

Selama ini saya kuat karena ada mama.

Pernah sudah puncaknya stres, dan meledak - nangis sesungukkan. Cuma mama yang bisa nenangin. Dipeluk mama, sambil nangis, sambil cerita semua detil beban berat kuliah.. Dan akhirnya plong.. Semua beban bisa dijalani dan lancar. :)

Senang sih punya mama sekaligus bisa jadi sahabat. Tanpa dikasih tau ada apa-apa, mama pasti bakal meluk. Kalo aku yang nangis, mama meluk kencang dan ngusapin rambut :)
Tanpa diminta, mama nyiapin ini itu keperluan ku :)

Kalo aku ngeluh, mama yang ngasih semangat. Nggak pernah aku dengar mama maksa ini itu harus selesai sempurna. Padahal mama sendiri gak pernah ngeluh :)

*kenapa saya sekarang ngetik ini sambil nangis?* :'D

Ada cerita dari novel Negeri 5 Menara. Dan membaca ini rasanya terenyuh banget :)
Let see.. :)

Amak adalah perempuan berbadan mungil tapi punya idealisme raksasa. Dia tidak hanya tepat waktu tapi awal waktu. Di SD-nya, Amak satu-satunya guru yang selalu datang’ paling pagi. Kadang-kadang lebih cepat dari Ajo Pian, penjaga sekolah, sehingga dia membuka sendiri pintu pagar dan kelas-kelas. Sambil menunggu guru lain dan para murid datang, dia sibuk mematangkan buku persiapan mengajar. Sementara di rumah, beliau adalah ibu dan istri yang perhatian. Suatu kali aku pulang bermain bola di sawah yang baru saja dipanen. Mukaku centang perenang, rambut awutawutan dan badan kotor seperti kerbau dari kubangan. Mataku bengkak dan bibir luka karena bacakak—berkelahi setelah main bola. Amak tidak marah-marah.

“Apakah kawan-kawan yang main dan berkelahi tadi orang Islam?” tanya Amak lembut. 

Aku mengangguk sambil memajukan bibirku, merengut 

“Apa perintah Nabi kita kepada sesama muslim?”

“Memberi salam.” 

“Yang lain?” 

“Tersenyum.” 

“Yang lain?” 

“Bersaudara.” 

“Nah, bersaudara itu berteman, tidak berkelahi, saling menyayangi. Itu perintah Nabi kita. Mau ikut Nabi?” 

“Mau.”

“Jadi harus bagaimana ke kawan-kawan?” 

Kali ini Amak bertanya sambil tersenyum damai. 

“Bersaudara dan tidak berkelahi,” kataku 

“Itu baru anak Amak dan umat Nabi Muhammad,” katanya sambil merengkuh kepalaku dan menyuruh mandi. Begitulah Amak. Di saat hatiku rusuh dan nyeri, dia selalu datang dengan sepotong senyum yang sanggup merawat hatiku yang buncah. Senyumnya adalah obat yang sejuk.
 Seperti kalimat diatas, "senyumnya adalah obat yang sejuk", semoga kami, anak-anak mama, bisa selalu bikin mama senyum.
Amin ya Rob