Selasa, 23 November 2010
Ampel dan hari yg melelahkan
Tepat sehari setelah ujian terakhir mata pelajaran kimiaku, Mamah tersayang mengajak aku berkunjung ke makam sunan Ampel yang katanya deket dari kos tempat tinggal kami selama di Surabaya. :p
Setelah bertanya berturut turut tentang bagaimana jalan menuju ampel pada ibu kos (karena di surabaya kalo naik angkot bingung! Buat kita orang Banjar yang jarang ke Surabaya bakal nyasar kalo salah naik angkot dengan len berbeda)
Then, kita pun ditawarkan naik taxi atau dengan becak. Karena aku suka jalan2 menghirup udara segar dan melihat lingkungan sekitar yang tergolong ramah dengan berbagai bangunan bersejarahnya, akupun memaksa mamah untuk naik becak aja.
Jalanlah kami naik becak, dengan paman becak yang tergolong ramah dan baik, kamipun memberikan tips lebih buat si paman (intinya: ngasih krn kami gak tega tiap kemana2 liat paman becak uring2an)
untuk sampai ke Ampel, harus melewati pasar atum dan ITC (trade Center). Aku yang exited pengen nyari macam2 barang pun teriak pengen ke ITC sama mama..
Dan... cerita bersambung!
Selagi batrai lepi gue abis dan mati lampu yang lama. Maka dari sebab karena itulah cerita akan saya lanjutkan nanti... hhhhaaaa
Berpetualang di Surabaya 1 (Taxi)
Banyak kejadian lucu saat aku berangkat pulang-pergi Banjarmasin-Surabaya untuk pelajaran internasionalku.
Pada awal kedatangan di Juanda, aku dan mama memutuskan untuk naik taxi bandara. Saat itu kami berdua kelaparan dan berniat membeli roti dulu baru mencari taxi bandara pun keluar dari gerbang kedatangan. Disana kami berjalan dengan santai mencari toko roti yang menurutku hanya enak saat dibeli di bandara.
Tiba-tiba dibelakang kami banyak yang berteriak merayu untuk menaiki mobil taxi yang mereka promosikan. Walaupun sudah tahu kami pasti nanti akan naik taxi, tapi kami tetap menolak dengan halus dan berkata pada mereka kami tidak memerlukan taxi.
Ada seorang bapak taxi yang senyum ramah pada kami dan “kembali” menawarkan taxinya seperti yang lain. Kami menolak tawaran tersebut dengan sangat halus dan berkata mau berkeliling dulu mencari jajanan.
Bapak tersebut hanya tersenyum dan nampak tetap melirik kearah mana kami mengarah.
Setelah kami selesai membeli 3 roti, kami kembali ke gerbang awal untuk mencari taxi yang resmi. Entah muncul dari mana, bapak yang ramah tadi menghampiri kami dan hanya tersenyum saat tahu kami tadi hanya membeli 3 roti (yang padahal dengan kata-kata “berjalan-jalan” yang tadi mama ucapkan seakan kami mau memborong semua isi bandara).
Bapak tersebut mengantar kami keloket tujuan taxi bandara. Disana bapaknya mengobrol dan menanyakan ada perihal apa dating ke Surabaya.
Aku mendadak ingat cerita teman-teman yang serng berkunjung keberbagai daerah. Setiap mereke menceritakan mereka dating dari Kalimantan, penduduk setempat pasti akan mengira Kalimantan masih berupa sungai, rawa, bahkan hutan belantara. Padahal jelas-jelas hal itu sudah terjadi ratusan tahun, dan sekarang Kalimantan sepenuhnya telah menjadi kota metropolitan dengan gedung dan polusi dimana-mana.
Kembali kecerita awal, bapak taxi yang mengetahui aku “akan” kembal kesurabaya lagi dalam minggu-minggu itu tampak heran, kenapa ada “makhluk” yang mau-maunya pulang pergi pulau dengan jarak hanya 5 hari. Yaaaa, tapi itulah aku, mau tak mau aku lebih nyaman berada ditempatku daripada ditempat orang untuk waktu yang lama.
Cerita berlangsung, kami sampai di rumah Tante Misriah dan menginap disana selama 3 hari. Cerita selama di Surabaya untuk pertama kalinya ini pajang, tapi akan ku ceritakan pelan-pelan dipostingan berikutnya. J
Tiga hari berlalu, kami pulang ke Banjarmasin melalui pintu keberangkatan.
Lima hari kemudian, aku dan mama kembali ke Surabaya untuk ujian kedua. Tiba disana, kami melihat-lihat bapak taxi yang sebelumnya dulu menawarkan jasa untuk kedatangan selanjutnya ini agar menaiki taxinya saja (jangan-jangan bapak taxi naksir mama gue! Haha)
Tapi, kami tidak melihat beliau, setelah itu kami berjalan kearah pembelian rot, dan lalu kami kembali ditawarkan taxi oleh bapak supir yang lain. Kami pun berjalan beriringa dengan bapak supir menuju loket pembayaran. Ternyata, disana kami ketemu bapak sopir yang ramah, dan beliau tampak saltng senyum-senyum dan menyapa aku. Tapi toh apa boleh buat, penumpang (baca: aku dan mama) sudah terlaanjur membeli jasa ke sopir yang lain. Bapak sopir yang kedua sempat mau menyerahkan tugasnya mengantar kami ke bapak sopir pertama, tapi beliau tampak enggan.
Setelah selesai pembelian tiket, kamipun berjalan menjauhi loket, tampak bapak sopir ramah kelihatan mengikuti jejak langkah kami.
Menurutku ini lucu, baru kenal beberapa jam, beliu sudah nampak akrab dengan kami dan senyum tulus diuntai untuk kami. Ada sesuatu yang terlihat lucu saat kami mengalami ini dan entah kenapa sulit menjelaskan apa rasa lucunya. Hahaha…