Maaf,
cerita ini pakai bahasa non formal, ya. Tapi jangan lihat bahasa nya, tapi
lihat apa pesan yang bisa kita dapat di dalamnya :)
Sabtu,
23 Februari yang lalu, kami mahasiswa Farmasi FMIPA Unlam angkatan 2011
mengadakan praktikum lapangan ke Desa Bramban, Kecamatan Piani, Kabupaten
Tapin, Kalimantan Selatan. :D
Tujuan
praktikum lapangan kami adalah mengenal kondisi lingkungan yang dapat menyebabkan
tumbuhnya habitat tumbuhan. Selain itu untuk mengambil bahan/sampel untuk penelitian
di laboratorium yang dimaksudkan untuk inventarisasi dan identifikasi terhadap
kandungan zat berkhasiat yang berperan dalam pengobatan. Dengan memakai seragam
PL (Praktikum Lapangan) yang sama, kami sebanyak 79 praktikan dan 3 dosen
pengasuh sudah berkumpul di kampus dari pukul 6 pagi.
Orang
umum mungkin melihat kami para farmasis cuma berurusan dengan obat dan apotik.
Padahal nggak, kok. :D Kami juga mencintai alam, kami menghargai tanaman
obat dan obat tradisional yang turun temurun di wariskan pada kami. Saya
sendiri orang asli Kalimantan yang sampai sekarang masih sering mendapati lingkungan
saya yang menggunakan obat tradisional. cieee :D
Tujuan
PL kami-Desa Bramban-tidak terlalu jauh dari pusat kota Tapin. Jalan yang
dilalui juga mulus dan tanpa hambatan. Dari Banjarbaru ke lokasi PL hanya
ditempuh sekitar 2,5 jam. Awalnya saya pikir untuk sampai ke lokasi harus
melewati jurang yang kalau kepeleset sudah langsung masuk jurang. Tapi ternyata
nggak kok. :D
Perjalanan...
Desa
Bramban termasuk desa yang masih asri dan hijau. Sepanjang jalan menuju lokasi
tempat pengambilan sampel masih bisa dilihat hutan-hutan yang rimbun. Tapi
beberapa kilometer dari lokasi hutan tersebut kami malah melihat sebuah tambang
batu bara yang sangat besar. Dari dalam angkot kami memutari lahan itu, dan cuma
bisa teriak woooow, saking besarnya, dan mau nangis lihat pulau kelahiran sudah
mulai di rampas keasriannya. :D
Sayang
sekali kan? Beberapa kilometer dari hutan yang sangat subur dan belum
terjamah malah ada sebuah tambang batu bara besar. Bayangkan, untuk membuka
sebuah tambang batu bara sebesar itu mungkin harus membuka lahan hutan sebesar
ratusan hektar. Padahal kalau dipikirkan baik-baik, untung yang didapat dari
tambang batu bara akan habis suatu waktu, tapi untung yang diberikan hutan
kepada manusia bisa tetap terus dimanfaatkan sampai anak cucu kita nanti.
Time to hiking! Wuhuuw!
Lanjut,
ya. Sesampainya di lokasi PL, kami turun dari angkot dan belum apa-apa saya sudah
lapar. Ups! :|
Kemudian
dilakukan pembagian bapak pemandu. Kami, kelompok 5 dan 13 dikenalkan dengan
pak Nyoto. Tanpa basa-basi, langsung bawa peralatan dan lainnya.
Terus
ya? Terus, untuk sampai ke hutan itu kami harus menggulingkan diri. Dan pas
saya baru mau sampai di tanah hutan, itu pak Nyoto sudah ada puluhan kilometer
di depan saya. Bapaknya lincah betul! Padahal usia beliau mungkin sudah 70-80 tahun. :)
Belum juga kami mengambil
tanaman yang beliau rekomendasikan, bapaknya sudah sampai ke ujung yang sana
lagi. Padahal untuk jalan aja harus dengan badan yang miring 70 derajat. Bayangkan,
kaki kanan harus menjejak ke atas, dan kak kiri harus menjejak ke bawah dengan
tangan yang megang kayu penyangga. Kebayang nggak tuh? Semacam film 5 cm tapi
betulan terjal! -_-
Hutannya
itu yang betulan hutan *mikir: emang ada hutan-hutanan?!*
Untuk
masuk lebih dalam harus dengan menebas kanan dan kiri. Banyaaaaak banget
tanaman obat yang didapat. Ada temulawak, temugiring, kunyit, dan lainnya.
Bahkan kami menemukan tanaman yang jarang kita tahu tapi ternyata berkhasiat
obat, misalnya temu poh, eukaliptus, mindi, dan lainnya.
Menurut waraga setempat, batang dan akar temu poh bisa digunakan untuk pereda demam, rimpang temulawak sebagai penambah nafsu makan, rebusan daun salam sebagai antihipertensi, tumbukan akar dan batang puyang hutan sebagai pereda demam, dan banyak tanaman lainnya yang dipercaya secara empiris untuk pengobatan warga setempat. :)
Sepanjang
jalan nyebut Subhanallah, bumi Kalimantan luar biasa. :)
gunungan sampah |
Setelah
dapat 4 karung tumbuhan, kami yang mulai
panas-dingin-kecapean-kepanasan-ngebut-ngejar-menggelinding mengiri langkah pak
Nyoto yang lincahnya mengalahkan anak usia 5 tahun. Kami merengek minta pulang,
dan ternyata kami harus menaiki gunungan sampah setinggi 3 meter untuk sampai
ke jalan setapak. Akhirnya dengan susah payah dan hampir nangis, kami (terutama saya) akhirnya bisa naik *bangga dikit ya, saya menginjak popok
bayiiiii*
Sayang ya, hutan yang luar biasa malah dijadikan semacam Tempat Pembuangan Akhir bagi sampah penduduk :(
Makasih Pak Nyoto :) |
Membuat Herbarium
Setelah menyortir dan membersihkan tumbuhan,
kami membuat herbarium kering dan herbarium basah. Herbarium kering dibuat
dengan mengambil bagian perwakilan setiap tumbuhan untuk ditempelkan ke koran
kemudian di beri formalin. Setelah semua tumbuhan siap, kemudian diselipkan ke
dalam kardus dan di simpan dalam sasak. Herbarium basah dilakukan dengan cara
yang sama seperti herbarium kering, bedanya bagian tumbuhan langsung dimasukkan
kedalam botol berisi formalin.
Pulang yuk, pulang…
Setelah
kegiatan selesai, kami bersiap pulang kembali ke Banjarbaru. Capek memang, tapi menyenangkan. Dan rasanya kecanduan masuk hutan! :B
Pesan dari hutan
Kalau hutan bisa ngomong, mungkin mereka akan bilang:
Kami
(baca:hutan) sudah member segalanya buat manusia. Sudah memberi oksigen,
kenaungan, tumbuhan obat, dan segala macam yang manusia perlukan. Pantaskah
manusia menggunduli kami untuk mengeruk sumber kekayaan di bawah kulit kami?
Pesan dari saya
Ayo kita jaga hutan kita! Ayo kembali ke warisan nenek moyang
kita! Ayo banggakan Indonesia dengan kekayaan obat tradisionalnya. :)
Yang baca postingan ini, harus kasih reaksi, atau tinggalkan komentarnya! :D
Yang baca postingan ini, harus kasih reaksi, atau tinggalkan komentarnya! :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar